MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN
Ekosistem Sawah
Bertingkat Tanah Datar
Dosen
Pembimbing: Prima wahyu
titisari, M.Si
Disusun
Oleh:
Nila
Afrilia Anwar
116511986
6A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM RIAU
PEKANBARU
2013/2014
KATA PENGANTAR
Ucapan puji syukur
penulis ucapakan kehadirat Allah SWT, karena lipahan rahmat karunia dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan pratikum ini dengan
judul Ekosistem Sawah Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan
Sungai Tarab Sumatera Barat.
Shalawat serta salam
penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW karena telah membawa umat manusia
dari alam kebodohan menuju alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada ibu Prima wahyu
titisari, M.Si yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini dan semua pihak
yang telah membantu, baik secara materil dan spiritual.
Selanjutnya penulis
menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kesalahan dalam
penulisan maupun isi dari laporan ini, untuk itu penulis mengharapakan kritik
dan saran dari pembaca. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Pekanbaru,
1
Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang......................................................................................... 1
1.2.Tujuan...................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1.Konsep Ekosistem Sawah...................................................................... 2
2.2.. Faktor Klimatologis dan Edaphis Ekosistem Sawah Bertingkat..... 4
2.2.1.
Faktor
Edaphis Ekosistem Sawah.............................................. 4
2.2.2.
Faktor Klimatologis Ekosistem Sawah Bertingkat.................... 9
2.2.3. Rantai Makanan........................................................................ 13
BAB 3 EKOSISTEM SAWAH BERTINGKAT..................................... 14
3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Ekosistem Sawah Bertingkat.......................................................................................................... 14
3.2.
Komponen Ekosistem
Sawah Bertingkat............................................... 15
3.2.1.
Komponen Biotik.......................................................................... 16
3.2.2. Komponen
Abiotik.......................................................................... 25
Daftar
gambar................................................................................................. 53
BAB 4 PENUTUP
4.1
Kesimpulan..............................................................................................
56
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 57
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan
secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi (Agnez Anitha, 2009). Suatu
ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi tempat berlangsungnya
sistem pemrosesan energi dan perputaran materi oleh komponen-komponen ekosistem
dalam waktu tertentu. Unsur-unsur ekosistem terdiri dari komponen abiotik yang
terdiri dari habitat seperti tanah, air, udara, cahaya matahari, iklim, materi
organik dan anorganik hasil dekomposisi makhluk hidup dan komponen biotik yang
terdiri dari semua unsur makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan mikrobiota
yang tersusun dari unsur autotrof sebagai produsen (tumbuhan hijau), unsur
heterotrof sebagai konsumen dan dekomposer (Elfis, 2010a).
Lebih lanjut
Elfis (2010a) menyatakan bahwa ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkunagn hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem
terbagi atas tiga tipe ekosistem, yaitu ekosistem air, ekosistem darat, dan
ekosistem buatan. Salah satu contoh ekosistem buatan adalah ekosistem sawah.
Menurut Soemarno (2010)
bahwa sawah adalah lahan usaha
pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta
dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah
digunakan untuk bercocok tanam padi.
1.2.Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar belakang diatas, adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)
Untuk mengetahui komponen
biotik dan abiotik penyusun ekosistem sawah
2)
Untuk mengetahui
interaksi antara komponen biotik dengan komponen biotik dan komponen biotik
dengan komponen abiotik
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Ekosistem
Sawah
Ekosistem adalah
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. Hubungan saling mempengaruhi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya membentuk suatu sistem disebut Ekosistem. Ekosistem dikatakan
seimbang apabila komposisi di antara komponen-komponen tersebut dalam keadaan seimbang. Ekosistem yang seimbang,
keberadaannya dapat bertahan lama atau kesinambungannya dapat terpelihara.
Perubahan ekosistem dapat mempengaruhi
keseimbangannya. Perubahan ekosistem dapat terjadi secara alamiserta dapat pula
karena aktivitas dan tindakan manusia (Wikipedia,
2014).
Menurut
Elfis (2010) bahwa ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan
memiliki penyusun yang beragam. Dilihat dari susunan dan fungsinya, suatu
ekosistem tersusun atas komponen sebagai berikut:
1) Komponen autotrof
(Auto = sendiri dan trophikos = menyediakan makanan). Autotrof adalah organisme yang
mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dengan
bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai
produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.
2) Komponen heterotorof
(Heteros = berbeda, trophikos = makanan). Heterotrof merupakan organisme yang
memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut
disediakna oleh organisme lain. Yang tergolong heterotrof adalah manusia,
hewan, jamur, dan mikroba.
3) Bahan tak hidup
Bahan
tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, airi, udara,
sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup.
4) Pengurai (Dekomposer)
Pengurai
adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang berasal dari
organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian
hasil pengurain tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dpat
digunakan kembali oleh produsen. Termasuk pengurai ini adalah bakteri dan
jamur.
Lebih lanjut Elfis (2010a) menyatakan bahwa
ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu
tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkunagn
hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem terbagi atas tiga tipe ekosistem,
yaitu ekosistem air, ekosistem darat, dan ekosistem buatan. Salah satu contoh
ekosistem buatan adalah ekosistem sawah.
Menurut Soemarno (2010) bahwa sawah adalah lahan usaha pertanian
yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat
ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah
digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu
menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode
tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi
dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah
tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi.
Gambar 1. Tanaman padi yang masih muda
Tarumingkeng (1994), Populasi adalah sehimpunan
individu atau kelompok individu dalam satu spesies (atau kelompok lain yang
dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan), dan pada
waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang tertentu. Smith (1990)
mendefinisikan populasi sebagai kelompok organisme spesies yang sama yang
mengalami interbreeding . Krebs (2001) populasi adalah sekelompok organisme
sejenis yang menempati ruang tertentu pada waktu tertentu.
Lebih lanjut Elfis (2010a) menyatakan populasi memiliki
karakterisitik kelompok (statistical measure) yang tidak dapat diterapkan pada individu. Karakteristik dasar populasi
yang banyak didiskusikan adalah kepadatan (density). Empat parameter populasi
yang mengubah kepadatan populasi adalah natalitas ( telur, biji, produksi
spora, kelahiran), mortalitas (kematian), imigrasi dan emigrasi.
Komunitas ialah
kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu
yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki
derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan
populasi.
Cara yang paling baik
untuk menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas
dan mantap, baik hidup maupun tidak. Ringkasannya pemberian nama komunitas
dapat berdasarkan :
1) Bentuk atau struktur
utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti hutan
pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat juga
berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil
2) Berdasarkan habitat
fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai
pasir, komunitas lautan
3) Berdasarkan
sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas.
Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah
tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan
hujan tropik.
Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang
secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:
(1) Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya
yang terdapat di laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam,
(2) Komunitas terrestrial, yaitu kelompok
organisme yang terdapat di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang
pasir, dll.
Karakter komunitas diantaranya :
1) Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup,
fenologi dan vitalitas. Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan
perkembangbiakan organisme.
2) Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan
densitas relatif. Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah
kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan) dinyatakan
sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau
persatuan penangkapan
3) Sintesis adalah proses perubahan dalam
komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara
teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai
akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan memerlukan
waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut
klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut konsep
mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang
lebih mantap yang sangat sesuai dengan lingkungannya.
Suksesi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
:
1) Suksesi primer yaitu bila ekosistem
mengalami gangguan yang berat sekali, sehingga komunitas awal (yang ada)
menjadi hilang atau rusak total, menyebabkan ditempat tersebut tidak ada lagi
yang tertinggal dan akhirnya terjadilah habitat baru.
2) Suksesi sekunder yaitu prosesnya sama dengan
yang terjadi pada suksesi primer, perbedaannya adalah pada keadaan kerusakan
ekosistem atau kondisi awal pada habitatnya. Ekologi tersebut mengalami
gangguan, akan tetapi tidak total, masih ada komunitas yang tersisa.
Dalam komunitas, semua organisme merupakan
bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui
keragaman interaksinya. Interaksi antarkomponen ekologi dapat merupakan
interaksi antarorganisme, antarpopulasi, dan antarkomunitas.
1. Interaksi antar
organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada
makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu
lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau
individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di
sekitar kita.
Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut:
Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Netral adalah hubungan tidak saling
mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak
menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya
: antara capung dan sapi.
2) Predasi adalah hubungan antara mangsa dan
pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak
dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi
mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu
dengan tikus.
3) Parasitisme adalah hubungan antarorganisme
yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan
mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
Contoh : Plasmodium dengan manusia, Taeniasaginata dengan sapi, dan benalu
dengan pohon inang.
4) Komensalisme adalah merupakan hubunganantara
dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi
sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak
dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
5) Mutualisme adalah hubungan antara dua
organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
2. Interaksi
Antarpopulasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain
selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam
komunitasnya.Contoh interaksi antarpopulasi adalah sebagai berikut:
Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi,
bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya
populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi
tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada
mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur
Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri tertentu.
Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.
Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.
3. Interaksi Antar
Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda
di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya
komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam
organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai
terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara
komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien
dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas
tersebut.
Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.
Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.
4. Interaksi
Antarkomponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik
membentuk ekosistem. Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan
terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam
ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik,
serta siklus materi.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru.
2.2 Faktor Klimatologis dan Edaphis Ekosistem Sawah Bertingkat
2.2.1 Faktor
Edaphis Ekosistem Sawah
Edaphis
adalah hutan yang terbentuk karena pengaruh tanah. Tanah merupakan suatu benda alam yang
tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang
menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu
atau keduanya (Wikipedia,2014).
Warna
tanah adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Perbedaan warna permukaan tanah
dipengaruhi oleh perbedaan bahan kandungan organik, misalnya; Warna gelap, memiliki bahan organik yang tinggi. Warna abu-abu, menunjukkan tanah memiliki sistem drainase
buruk (Wikipedia, 2014).
Menurut
Aryulina (2007), tanah merupakan hasil pelapukan batuan yang disebabkan oleh
iklim atau lumut dan pembusukan bahan organik.
Tanah
(bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang
tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah berasal dari pelapukan batuan
dengan batuan organisme, membentuk tubuh unik yang menutupi batuan. Proses
pembentukan tanah dikenal sebagai “pedagonesis” (Wikipedia, 2013).
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam
padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman
palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi
merupakan istilah umum seperti halnya
tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam
jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia.
Proses
pembentukan tanah sawah meliputi berbagai proses; yaitu proses yang dipengaruhi
oleh kondisi reduksi – oksidasi ( redoks yang bergantian); penambahan dan
pemindahan bahan kimia atau partikel tanah; perubahan sifat fisik, kimia, dan
mikrobiologi tanah akibat irigasi
(pada
tanah kering yang disawahkan) atau perbaikan drainase ( pada tanah rawa yang
disawahkan). Secara lebih rinci, proses tersebut meliputi: gleisasi dan
eluviasi, pembentukan karatan besi dan mangan, pembentukan warna kelabu
(grayzation), pembentukan lapisan tapak baja, pembentukan selaput (cutan),
penyebaran kembali basa- basa, dan akumulasi atau dekomposisi dan perubahan
bahan organik.
Tanah
sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus
sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah
bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah
pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air
cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim
yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu
tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat
tanah asalnya.
Tanah
sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau
dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat saluran-saluran
drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi,
sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di
daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan
di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.
Tanah
sawah biasanya tergenang dalam jangka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan
tanah ini akan mengalami perubahan morfologi kimia, fisika dan biologi dari
tanah sawah. Perubahan sifat ini akan lebih menampakkan pada sifat fisik
diamana kita akan lebih terlihat dari perubahan warna, dan tekstur.
Tanah
sawah dapat terbentuk dari tanah kering dan tanah basah atau tanah rawa sehingga
karakterisasi sawah-sawah tersebut akan sangat dipengaruhi oleh bahan pembentuk
tanahnya. Tanah sawah dari tanah kering umumnya terdapat didaerah dataran
rendah , dataran tinggi volkan atau non volkan yang pada awalnya merupakan
tanah kering yang tidak pernah jenuh air sehingga morfologinya akan sangat
berbeda dengan tanah sawah dari tanah rawa yang awalnya memang sudah jenuh air.
2.2.2
Faktor Klimatologis Ekosistem
Sawah Bertingkat
Menurut Lakitan (2002), Klimatologi adalah hutan yang terbentuk karena pengaruh iklim. Klimatologi dibagi
menjadi dua yaitu makro klimatologi adalah
klimatologi yang mempelajari sifat-sifat atmosfer pada daerah yang luas.
Sedangkan Mikro klimatologi adalah
klimatologi yang mempelajari sifat-sifat atmosfer pada daerah yang luas.
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari atau
menyelidiki tentang iklim. Yang dimaksud dengan iklim adalah keadaan cuaca pada
suatu daerah tertentu pada jangka waktu yang panjang. Sedangkan cuaca adalah
keadaan atmosfer pada suatu waktu (Wikipedia, 2013).
Menurut Elfis (2010) salah satu faktor penting yang
mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah iklim.
Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembapan, dan tekanan uap
air berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon. Hubungan iklim dengan tumbuhan
sangat erat. Iklim berpengaruh terhadap berbagai proses fisiologi
(fotosintesis, respirasi, dan transpirasi), pertumbuhan dan reproduksi
(pembungaan, pembentukan buah dan biji) dan sebagainya. Hubungan tumbuhan
dengan faktor lingkungan iklim merupakan hubungan yang tidak terpisahkan dan
bersifat menyeluruh (holocoenotik).
Menurut
Elfis (2010) unsur-unsur klimatologis terdiri dari :
a) Temperatur
Temperatur
merupakan komponen abiotik klimatologi pada suatu ekosistem tumbuhan. Suhu
dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur dengan skala tertentu.
Suhu
merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Suhu berkolerasi positif dengan radiasi matahari. Tinggi
rendahnya suhu di sekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan
tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, dan kandungan lengas tanah.
Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting seperti membuka dan
menutup stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi,
fotosintesis, dan respirasi.
b)
Curah hujan
Curah hujan adalah
banyaknya air yang tersedia di bumi. Kecukupan air disepanjang tahun atau musim
tumbuh menyebabkan pembentukan hutan-hutan. Curah hujan memberi peranan dan
konstribusi, jika curah hujan cukup maka hutan di daerah dengan iklim yang
lebih tinggi masih dapat bertahan. Di daerah yang hujannya turun pada musim
panas dan di daerah lain yang periode keringnya panjang disitu terbentuk
rerumputan dengan selingan hutan-hutan pada tempat-tempat yang tanahnya basah.
Besarnya curah hujan
adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Intensitas hujan
menyatakan besarnya hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat, setiap
hari terdapat kejadian butir hujan, namun demikian terdapat korelasi yang nyata
antara intensitas hujan dengan ukuran medium butir-butir hujan yang membagi
butir-butir besar dan butir-butir kecil dalam kelompok yang volumenya
bervariasi (Arsyad, 2006).
c)
Angin
Angin merupakan gerakan
atau perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat lain secara horizontal.
Massa udara adalah dalam ukuran sangat besar yang mempunyai sifat fisik
(temperatur dan kelembapan) yang seragam dalam arah yang horizontal. Kecepatan
angin penting karena dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses
evapotranpirasi dan mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Untuk terjadinya
hujan, diperlukan adanya gerakan udara lembab yang berlangsung terus-menerus.
Dalam hal ini, gerakan udara berfungsi sebagai penggerak terjadinya gerakan
udara lembab tersebut. Angin juga dapat merugikan ekosistem yang ada. Di
bebarapa daerah, angin merupakan faktor yang menentukan bagi vegetasi.
Kadang-kadang angin pada tanaman akan mengakibatkan layu, karena tanaman tidak
dapat mengimbangi jumlah air yang hilang dengan pengambilan air dari dalam
tanah.
d)
Kualitas cahaya matahari atau posisi panjang
gelombang
Cahaya merupakan faktor
lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem.
Berdasarkan hasil pengamatan di Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat
memiliki intensitas cahaya yang cukup tinggi karena sinar matahari yang datang
tidak dihalangi dan juga terletak pada daerah pegungungan yang memungkinkan
sinar matahari tidak terhalangi oleh apapun.
Secara fisika, radiasi
matahari merupakan gelombang-gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang
gelombang. Umumnya tumbuhan beradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang
gelombang antara 0,39-7,6 mikron. Pada ekosistem perairan cahaya merah dan biru
di serap oleh fitoplankton yang hidup di permukaan sehingga cahaya hijau akan
lewat atau dipenetrasikan ke lapisan paling bawah. Sinar matahari mempengaruhi
sistem secara global, karena sinar matahari menentukan suhu. Sinar matahari
juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh
tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis. Radiasi matahari dalam suatu
lingkungan berasa dari dua sumber utama yaitu temperatur matahari yang tinggi
dan radiasi termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfir. Beberapa tumbuhan
memiliki karakteristik yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi
kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat.
e)
Lengas udara
Lengas kelembapan
adalah komponen abiotik yang memberikan kontribusi dan peranan terhadap
klimatologi suatu ekosistem tumbuhan. Adanya evaporasi dan juga transpirasi
adalah sebab adanya pemanfaatan lengas. Lengas sangat tergantung pada suhu,
curah hujan, dan angin.
Salah satu fungsi
kelembapan udara adalah sebagai lapisan pelindung permukaan bumi. Kelembapan
udara dapat menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan,
sekurang-kurangnya setengah radiasi matahari gelombang pendek yang menuju
permukaan bumi. Ia juga membantu menahan kelurnya radiasi matahari gelombang
panjang dari permukaan bumi pada waktu siang hari dan malam hari.
Menurut Daldjoeni
(1986) antara pola iklim dengan persebaran aneka jenis tanaman saling
berhubungan, pengaruh panas, kelembapan udara dan sinar matahari pada tanaman
dan tanpa adanya unsur-unsur iklim tersebut pertumbuhan akan terhenti meskipun
ada juga tanaman yang dapat menyesuaikan dirinya sehingga dalam periode yang
lama dapat juga bertahan hidup tanpa terpenuhi kebutuhan tersebut. Susunan tipe
optimal atau tanaman klimaks bergantung dari berbagai dari berbagai faktor yang
mempengaruhi faktor-faktor iklim
1)
Faktor-faktor edaphis, yakni faktor yang bertalian
dengan susunan tanah
2)
Faktor-faktor tofografis, yakni yang bertalian
dengan tempat tumbuhnya seperti lereng, letak, dan relief.
Adanya ketergantungan
antara tanaman dengan faktor lingkungannya, maka perlu diketahui faktor-faktor
yang berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman. Faktor-faktor tersebut dibagi
menjadi 4 golongan, yaitu iklim, tanah, tofografi, dan air (Indriyani: 6).
a.
Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
b. Cahaya matahari
Cahaya merupakan faktor lingkungan
yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem.
c. Kelembapan udara
Salah satu fungsi kelembapan udara
adalah sebagai lapisan pelindung permukaan bumi. Kelembapan udara dapat
menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan, sekurang-kurangnya
setengah radiasi matahari gelombang pendek yang menuju permukaan bumi.
d. Angin
Angin merupakan gerakan atau
perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat lain secara horizontal.
Massa udara adalah dalam ukuran sangat besar yang mempunyai sifat fisik
(temperatur dan kelembapan) yang seragam dalam arah yang horizontal. Kecepatan
angin penting karena dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses
evapotranpirasi dan mempengaruhi kejadian-kejadian hujan.
2.2.3
Rantai Makanan
Rantai makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan yaitu dengan melalui sederetan organisme
yang makan dan yang dimakan.Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat
dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik
tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam
tingkat memakan.Sumber asal energi adalah matahari. Tumbuhan yang menghasilkan
gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara.
BAB 3
EKOSISTEM SAWAH
BERTINGKAT KECAMATAN SUNGAI TARAB KABUPATEN TANAH DATAR
3.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem Sawah Bertingkat Kabupaten Tanah
Datar
Kabupaten Tanah Datar
merupakan salah satu kabupaten
yang berada dalam Provinsi Sumatera Barat,
Indonesia, dengan ibu kota Batusangkar 0°27′12″LU100°35′38″BT.
Kabupaten ini merupakan kabupaten terkecil untuk luas wilayahnya, yaitu 133.600
Ha (1.336 km2), dengan jumlah penduduknya berdasarkan sensus pada tahun 2006 adalah
345.383 jiwa
yang terbagi atas 14 kecamatan,
75 nagari,
dan 395 jorong.
Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah agraris,
lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor pertanian,
baik pertanian tanaman pangan, perkebunan,
perikanan, maupun peternakan
(Wikipedia, 2013).
Kabupaten
Tanah Datar merupakan Tujuh Kabupaten Terbaik di Indonesia dari 400 kabupaten
yang ada. Penghargaan ini diberikan pada tahun 2003 oleh Lembaga International
Partnership dan Kedutaan Inggris.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
menobatkan Kabupaten Tanah Datar sebagai satu dari empat daerah paling
berprestasi dan berhasil melaksanakan otonomi
daerah.
Secara
geografis
wilayah Kabupaten Tanah Datar terletak di tengah-tengah Provinsi Sumatera
Barat, yaitu pada 00º17" LS - 00º39" LS dan 100º19" BT –
100º51" BT[3]
. Ketinggian rata-rata 400 sampai 1000 meter di atas permukaan laut.
Kabupaten Tanah
Datar terletak di antara dua gunung, yaitu Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Kondisi topografi
ini didominasi oleh daerah perbukitan, serta memiliki dua pertiga bagian danau Singkarak.
Kondisi topografis Kabupaten
Tanah Datar adalah sebagai berikut:
1)
Wilayah Datar 0–3% dengan luas 6.189 Ha atau 6.63% dari luar wilayah
Kabupaten Tanah Datar
2)
Wilayah Berombak 3–8% dengan luas 3.594 Ha atau 2,67% dari luar wilayah
Kabupaten Tanah Datar
3)
Wilayah Bergelombang 8-15% dengan luas 43.922 Ha atau 32.93% dari luas
Kabupaten Tanah Datar
4)
Kemiringan di atas 15% dengan luas wilayah 79.895 Ha atau 59.77% dari luas
Kabupaten Tanah Datar
Secara umum iklim di kawasan
Kabupaten Tanah Datar adalah sedang dengan temperatur antara 12 °C–25 °C dengan
curah hujan rata-rata
lebih dari 3.000 mm per tahun. Hujan kebanyakan turun pada bulan September hingga
bulan Februari. Curah hujan yang cukup tinggi ini menyebabkan ketersediaan
air cukup, sehingga memungkinkan usaha pertanian secara luas dapat
dikembangkan.
Kabupaten Tanah Datar memiliki perbatasan dengan beberapa
kabupaten/kota di Sumatera Barat, yaitu:
Utara
|
Kabupaten Agam dan Kabupaten Lima
Puluh Kota
|
Selatan
|
Kota Sawah Lunto dan Kabupaten
Solok
|
Barat
|
Kabupaten Padang Pariaman
|
Timur
|
Kabupaten Sijunjung
|
Kabupaten Tanah Datar merupakan
daerah yang kaya dengan sumber air. Selain Danau Singkarak, di Kabupaten Tanah Datar terdapat lebih dari 25
buah sungai.
3.2.
Komponen Ekosistem Sawah Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai
Tarab Sumatera Barat
Suatu
daerah dapat disebut ekosistem jika dihuni oleh beberapa populasi makhluk hidup,
dimana dalam suatu ekosistem akan terjadi interaksi antar komponen-komponennya,
sehingga terbentuk suatu kesatuan fungsional. Keseimbangan ekosistem akan terganggu jika terjadi
gangguan pada salah satu komponennya (syarif, 2010).
Selanjutnya
Syarif (2010) menyatakan bahwa ekosistem tersusun atas komponen biotik dan
komponen abiotik. Komponen biotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang
terdiri dari tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Komponen abiotik merupakan
komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari semua makhluk tidak hidup,
contohnya, air, tanah, cahaya, dan udara.
Dari
hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa pada ekosistem sawah terdiri dua
komponen, yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Dimana pada ekosistem sawah
juga terjadi interaksi antar komponen-komponennya, sehingga terbentuk suatu
kesatuan yang fungsional.
3.2.1. Komponen Biotik
Berdasarkan
hasil pengamatan pada ekosistem sawah dan tegalan di kabupaten Agam Sumatera Barat
pada tanggal 20
April 2014,
dimana komponen biotiknya meliputi semua makhluk hidup hidup yang ada pada
ekosistem sawah dan tegalan. Dalam ekosistem sawah dan tegalan tersebut,
tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan
mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Hal ini sesuai dengan yang
disebutkan oleh Elfis (2010) bahwa faktor biotik adalah faktor hidup yang
meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam
ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan sebagai konsumen, dan mikroorganisme
berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan
organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer.
Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan
saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistem yang
menunjukkan kesatuan.
3.2.1.1 Produsen
1) Tanaman Padi (Oryza Sativa)
Tanaman padi merupakan tanaman penghasil bahan pangan yang
pokok di kebanyakkan daerah tropis, terutama di negara Asia dan Afrika. Tanaman
ini selalu tumbuh dengan baik pada tanah yang terairi dengan cukup, akan tetapi
dapt pula tumbuh pada tanah yang sangat kurang pengairannya.
Padi sawah dibudidayakan pada kondisi tanah tergenang.
Penggenangan tanah akan mengakibatkan perubahan- perubahan sifat kimia tanah
yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Perubahan- perubahan kimia
tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan antara lain : penurunan kadar
oksigen dalam tanah, penurunan potensial redoks, perubahan pH tanah, reduksi
besi (Fe) dan mangan (Mn), peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen,
peningkatan ketersediaan fosfor
Dari sudut pandang mikrobiologi, tanaman padi memberikan dua
lingkungan untuk mikroflora, yaitu bagian tanaman yang terendam dan rizosfer.
Bagian tunas padi yang terendam yang dikoloni oleh bakteri epifit dan alga.
Secara ekologi, epifit penting pada tanaman padi air dalam tempat biomassa
tanaman tergenang, termasuk akar nodal yang sangat besar.
Menurut Karim dan Suhartatik (2010) bahwa pertumbuhan tanaman
padi terbagi menjadi tiga fase, yaitu: 1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai
pembentukkan bakal malai/primordia); 2) Reproduktif (primodia sampai
pembungaan); 3) Pembuangan sampai gabah matang.
2)
Vegetasi Rumput di ekosistem sawah Padang Mutung
Berdasarkan hasil pengamatan pada ekosistem sawah di Kabupaten Agam Sumatera Barat didominasi oleh berbagai jenis vegetasi rumput yang juga
berperan sebagai produsen dalam ekosistem tersebut. Hal ini mengakibatkan
terjadinya kompetisi dalam penyerapan nutrisi dan zat hara yang dibutuhkan
untuk bagi kedua tanaman. Berbagai jenis vegetasi rumput di ekosistem sawah dan
tegalan dapat dilihat pada lampiran profil tumbuhan
di sawah dan tegalan Kabupaten Agam Sumatera Barat.
3.2.1.2. Konsumen
Ekosistem Sawah Bertingkat Kabupaten Agam Sumatera Barat
Konsumen
adalah organisme yang memanfaakan bahan organik dari makhluk hidup lain sebagai
sumber makanannya. Berdasarkan asal bahan organiknya, konsumen dibedakan
menjadi herbivora dan karnivora. Herbivora merupakan konsumen pemakan tumbuhan,
contohnya kambing, sapi, marmut, kelinci sedangkan karnivora merupakan pemakan
hewan (daging), contohnya kucing, serigala, singa (Syarif, 2010). Berdasarkan
tingkatannya konsumen dibedakan menjadi:
1)
Konsumen
tingkat pertama/primer
Konsumen tingkat pertama/primer merupakan konsumen yang
memperoleh zat dan energi langsung dari produsen. Berdasarkan hasil pengamatan
ekosistem sawah di Kabupaten Agam Sumatera Barat konsumen tingkat
pertama/primer adalah sebagai berikut:
a) Keong
Berdasarkan
hasil pengamatan pada ekosistem sawah bertingkat, maka diperoleh konsumen
tingkat I adalah keong sawah. Keong sawah (Pila
Ampullacea) adalah sejenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar
Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit serta danau. Hewan bercangkang ini
dikenal pula sebagai keong gondang, siput sawah, siput air, atau tutut.
Bentuknya agak menyerupai siput murbat yang masih berkerabat, tetapi keong
sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Sebagaiman anggota Ampullaridae lainnya, ia memiliki operculum semacam penutup pelindung
tubuhnya yang lunak ketika menyembunyikan diri di dalam cangkangnya.
Keong
sawah adalah inang dari beberapa penyakit parasit. Selain itu, hewan yang
diambil dari dekat persawahan dapat menyimpan sisa pestisida didalam tubuhnya
(wikipedia, 2013).
Gambar 2. Keong sawah kuning dan
keong sawah hitam
Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan pada salah satu petani yang ada di sawah
Kabupaten Agam Sumatera Barat menyatakan bahwa telur yang dihasilkan oleh keong
sawah dapat menganggu pertumbuhan tanaman padi.
Gambar 3.
Telur keong sawah menempel pada batu dan tanaman
b) Belalang
Berdasarkan
hasil pengamatan di sawah Kabupaten Agam Sumatera Barat, maka diperoleh
konsumen tingkat I/primer lainnya adalah belalang. Belalang memakan tanaman
padi yang masih muda berumur ± 30-60 hari.
Gambar 4.
Belalang pada tanaman padi
c) Tikus
Berdasarkan
hasil pengamatan di sawah bertingkat Kabupaten Agam Sumatera Barat konsumen
tingkat I/primer selanjutnya adalah tikus. Pada saat melakukan observasi di
sawah tidak terlihat tikus, ternyata di sawah tersebut tikus muncul 5 tahun
sekali. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara terhadap salah satu petani yang
ada di sawah pada tanggal 29 April 2013.
Tikus
sawah bersarang pada lubang di tanah yang digalinya (terutama untuk reproduksi
dan membesarkan anaknya) dan di semak-semak (refuge area/habitat pelarian).
Sebagai hewan omnivora (pemakan segala.Apabila makanan berlimpah, tikus sawah
cenderung memilih pakan yang paling disukainya yaitu padi. Tikus menyerang padi
pada malam hari. Pada siang harinya, tikus bersembunyi di dalam lubang pada
tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat
sawah. Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau
keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way),
kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan (Firdaus, 2007).
Gambar
5. Tikus sawah
2)
Konsumen Tingkat
II
Konsumen tingkat kedua/sekunder yaitu konsumen yang
memperoleh zat dan energi dari konsumen tingkat pertama/primer. Berdasarkan
hasil pengamatan di sawah bertingkat Kabupaten Agam Sumatera Barat konsumen
tingkat II/sekunder adalah sebagai berikut:
a) Kodok
Berdasarkan hasil pengamatan di sawah bertingkat
Kabupaten Agam Sumatera Barat, maka diperoleh konsumen tingkat II adalah kodok.
Dimana pada ekosistem sawah tersebut belalang akan dimakan oleh kodok sawah.
Kodok dan katak hidup menyebar luas,
terutama di daerah tropis yang berhawa panas. Makin dingin
tempatnya, seperti di atas gunung atau di daerah bermusim empat (temperate), jumlah jenis kodok cenderung
semakin sedikit. Salah satunya ialah karena kodok termasuk hewan berdarah
dingin, yang membutuhkan panas dari lingkungannya untuk mempertahankan hidupnya
dan menjaga metabolisme tubuhnya. Hewan ini dapat ditemui mulai dari hutan
rimba,
padang pasir, tepi-tepi sungai dan rawa, perkebunan dan sawah, hingga ke lingkungan pemukiman
manusia.
Gambar 6. Kodok sawah
b) Bebek
Berdasarkan
hasil pengamatan di sawah bertingkat Kabupaten Agam Sumatera Barat, maka
diperoleh konsumen tingkat II lainnya adalah bebek. Dimana keong sawah yang
terdapat di sawah akan di makan bebek.
Gambar 7. Bebek
3)
Konsumen Tingkat III
Konsumen tingkat ketiga/tersier yaitu konsumen yang
memperoleh zat dan energi dari konsumen tingkat kedua/sekunder.
Berdasarkan
hasil pengamatan di sawah bertingkat Kabupaten Agam Sumatera Barat, maka
diperoleh konsumen tingkat III adalah ular sawah. Dimana berdasarkan hasil
wawancara pada salah satu petani di sawah tersebut mengatakan bahwa ular sawah
akan mendominasi pada saat tikus sawah.
Gambar 8. Ular sawah
4)
Dekomposer (Pengurai)
Pengurai
adalah makhluk hidup yang dapat menguraikan sisa-sisa makhluk hidup yang telah
mati (menjadi sampah dan bangkai) menjadi komponen penyusun tanah. Misalnya: Jamur/Fungi dan Bakteri (wordpress,2009).
Berdasarkan hasil pengamatan pada ekosistem sawah bertingkat, maka pengurai
pada kedua ekosistem tersebut adalah cacing.
Gambar 9. Cacing tanah
Tabel 1 tumbuhan (Biotik) penyusun ekosistem
sawah bertingkat
No
|
Tumbuhan
|
1.
|
oryza
sativa
|
2.
|
Ludwigia perennis
|
3.
|
Ludwigia hysofolia
|
4.
|
Mimosa sp
|
5.
|
Cyperus
pilosus
|
6.
|
Frimbristylis
|
7.
|
Musa
paradisiacal
|
Tabel 2
Hewan (Biotik) penyusun ekosistem sawah
bertingkat
No
|
Nama hewan
|
Nama
Ilmiah
|
1
|
Wereng
|
Nephotettix ssp
|
2
|
Keong
|
Mendominasi
|
3
|
Katak
|
Ranae
|
4
|
Tikus
|
Mus
|
5
|
Ulat
|
Anguis
|
6
|
Itik
|
Anas moscha
|
7
|
Ayam
|
Python retculatus
|
8
|
Ular
|
|
9
|
Burung
|
|
3.2.2. Komponen Abiotik
Komponen
abiotik adalah komponen ekosistem yang berupa benda-benda tidak hidup, seperti
tanah, air, udara, cahaya, suhu, serta kondisi geografis seperti kelembapan,
pH, iklim, dan yang lainnya (Syarif, 2010). Dari hasil pengamatan, dapat
dilihat bahwa komponen abiotik ekosistem sawah desa memiliki kelembapan udara
yang lebih tinggi, temperatur tanah yang lebih rendah, intensitas cahaya yang
lebih rendah, angin yang lebih kencang, pH tanah yang lebih netral, serta air
yang lebih jernih dibanding dengan ekosistem sawah kota. . Masing-masing dari
komponen abiotik tersebut dapat mempengaruhi jenis komponen biotik yang ada di
masing-masing ekosistem sawah. Dari komponen abiotik yang berbeda akan
memberikan perbedaan pula pada komponen biotik yang ada pada ekosistem sawah.
Komponen abiotik suatu ekosistem merupakan keadaan fisik dan
kimia yang menyertai kehidupan organisme sebagai medium dan substrat kehidupan.
Komponen ini terdiri dari segala sesuatu tak hidup dan secara langsung terkait
pada keberadaan organisme, antara lain sebagai berikut:
1)
Tanah
Tanah berperan penting
bagi tumbuhan, hewan, dan manusia, sebagai tempat tumbuh dan hidupnya tanaman,
melakukan aktivitas kehidupan, tempat berlindungnya hewan tertentu seperti
tikus dan serangga, serta sumber nutrisi bagi tanaman. Kondisi tanah ditentukan
oleh derajat keasaman (pH) tanah, tekstur atau komposisi tanah yang
mempengaruhi kemampuan tanah terhadap penyerapan air, garam mineral dan nutrisi
yang sangat penting bagi tanaman.
Tanah yang baik adalah tanah yang mampu
menyediakan unsur-unsur hara secara lengkap. Namun pertumbuhan tanaman juga di
pengaruhi faktor-faktor penunjang kesuburan tanah. Selain harus mengandung zat
organik dan anorganik, air dan udara, yang tidak kalah penting adalah
pengolahan tanah yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Tanah yang gembur
akibat pengolahan memiliki rongga-rongga yang cukup untuk menyimpan air dan
udara yang di butuhkan untuk pertumbuhan tanaman (litbang, 2010).
Menurut Widya (2007) bahwa: 1) Tanah
yang subur lebih disukai untuk usaha pertanian, karena menguntungkan.
Sebaliknya terhadap tanah yang kurang subur dilakukan usaha untuk menyuburkan
tanah tersebut sehingga keuntungan yang diperoleh meningkat; 2) Kesuburan Tanah
adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan,
pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat berupa:
buah, biji, daun, bunga, umbi, getah, eksudat, akar, trubus, batang, biomassa,
naungan atau penampilan; 3) Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda
tergantung faktor pembentuk tanah yang merajai di lokasi tersebut, yaitu: Bahan
induk, Iklim, Relief, Organisme, atau Waktu. Tanah merupakan fokus utama dalam
pembahasan kesuburan tanah, sedangkan tanaman merupakan indikator utama mutu
kesuburan tanah. Selanjutnya Widya (2010) menyatakan bahwa produktivitas tanah
sawah terhadap tanaman padi menunjukkan bahwa
produksi padi nasional sejak tahun 1970 hingga 2004 meningkat hampir tiga kali
lipat. Hal ini tentu terkait dengan peningkatan produktivitas dan luas areal
tanam. Peningkatan produktivitas padi dalam kurun waktu tersebut mencapai
87,6%, dari 2,42 ton/ha pada tahun 1970 menjadi 4,54 ton/ha pada tahun 2004.
Sementara peningkatan luas areal panen dalam periode yang sama mencapai 39,8%,
dari 8,3 juta ha pada tahun 1970 menjadi 11,6 juta ha pada tahun 2004.
Keberhasilan upaya peningkatan produksi padi nasional tidak terlepas pula dari
implementasi berbagai program intensifikasi yang didukung oleh inovasi
teknologi pancausahatani, terutama varietas unggul dan teknologi budi daya,
rekayasa kelembagaan, dan dukungan kebijakan pemerintah.
Tabel.1
Ciri-ciri tanah
|
Tingkatan
|
|||||||||
|
Sangat
Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat
Tinggi
|
|||||
C-organik
|
<1,00
|
1,00-2,00
|
2,01-3,00
|
3,01-5,00
|
>5
|
|||||
N-total
-
Mineral
|
<0,10
|
0,10-0,20
|
0,21-0,50
|
0,51-0,75
|
0,75
|
|||||
-
Gambut
|
<0,80
|
0,80-2,50
|
>2,50
|
|||||||
Rasio C/N
|
<5
|
5-10
|
11-15
|
16-25
|
>25
|
|||||
P2O5
Bray 1 (ppm)
|
<10
|
10-15
|
16-25
|
26-35
|
>35
|
|||||
K (me/100g)
|
<0,10
|
0,10-0,20
|
0,30-0,50
|
0,60-1,00
|
>1,00
|
|||||
Na (me/100g)
|
<0,10
|
0,10-0,30
|
0,40-0,70
|
0,80-1,00
|
>1,00
|
|||||
Mg (me/100g)
|
<0,40
|
0,40-1,00
|
1,10-2,00
|
2,10-8,00
|
>8,00
|
|||||
Ca (me/100g)
|
<2
|
2-5
|
6-10
|
11-20
|
>20
|
|||||
KTK (me/100g)
|
<5
|
5-16
|
17-24
|
25-40
|
>40
|
|||||
Kejenuhan Basa (%)
|
<20
|
20-35
|
36-50
|
51-70
|
>70
|
|||||
Kadar Abu (%)
|
|
<5
|
5-10
|
>10
|
|
|||||
|
Sangat
Masam
|
Masam
|
Agak
Masam
|
Netral
|
Agak
Alkalis
|
Alkalis
|
||||
pH (H2O)
-
Mineral
|
<4,5
|
4,5-5,5
|
5,6-6,5
|
6,6-7,5
|
7,6-8,5
|
>8,5
|
||||
|
Sangat
Masam
|
Sedang
|
Tinggi
|
|||||||
pH (H2O)
-
Gambut
|
<4,0
|
4-5
|
>5
|
|||||||
2)
Air
Semua organisme hidup
tidak dapat lepas dari ketergantungannya terhadap air. Air diperlukan organisme
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhannya, tergantung dari kemampuannya
menghemat penggunaan air. Organisme yang hidup pada habitat kering umumnya
memiliki cara penghematan air. Keadaan air sangat ditentukan oleh faktor-faktor
berikut:
1)
Salinitas atau kadar garam bagi organisme yang hidup pada
habitat air sangat berpengaruh.
2)
Curah hujan mempengaruhi jenis organisme yang hidup pada suatu
tempat.
3)
Penguapan mempengaruhi adaptasi tanaman pada tempat tertentu.
4)
Arus air mempengaruhi jenis hewan dan tumbuhan yang dapat hidup
pada habitat air tertentu.
Menurut
Subagyono, Elsa, dan Kurnia (2010) bahwa pengelolaan air berperan sangat
penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan produksi padi di lahan
sawah. Produksi padi sawah akan menurun jika tanaaman padi menderita cekaman air
(water stress). Gejala umum akibat kekurangan air antara lain daun padi
menggulung, daun terbakar (leaf scorching),
anakan padi berkurang, tanaman kerdil, pembungaan tertunda, dan biji hampa.
Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap fase
pertumbuhannya.
3)
Suhu
Berdasarkan hasil pengamatan
di Kabupaten Agam Sumatera Barat, pada pagi hari dari pukul 06.00-08.00 WIB
suhu di daerah tersebut suhu sangat dingin sedangkan dari pukul 10.00-13.00 WIB
daerah Sumatera Barat bersuhu panas. Dan berdasarkan pengukuran iklim untuk
periode Januari-Maret Tahun 2013 diperolah data sebagai berikut: 1) Rata-rata
suhu udara harian (0C) pada bulan Januari pukul 09.00 adalah 21,10C
sedangkan pada pukul 12.00 adalah 21,5 0C; 2) Rata-rata suhu udara
harian (0C) pada bulan Februari pukul 09.00 adalah 20,40C
dan suhu meningkat pada pukul 13.00-14.00 adalah 23,10C-23,20C;
3) Rata-rata suhu udara harian (0C) pada bulan Maret pukul 09.00
adalah 20,10C dan meningkat pada pukul 12.00-13.00 yaitu bersuhu
23,00C-23,10C.
Tabel. 2
No
|
Bulan
|
Suhu Udara Harian (0C)
|
||||||
09.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1
|
April
|
21,1
|
21,0
|
21,0
|
21,5
|
21,3
|
21,1
|
21,1
|
2
|
Mei
|
20,2
|
21,1
|
21,5
|
23,1
|
23,1
|
21,3
|
21,3
|
3
|
Juni
|
21.2
|
21,4
|
23,0
|
20,0
|
20,2
|
23,1
|
23,2
|
4
|
Juli
|
21,4
|
21,3
|
23,3
|
20,5
|
20,4
|
20,1
|
23,1
|
5
|
Agustus
|
21,5
|
23,1
|
21,3
|
20,0
|
20,2
|
23,1
|
21,1
|
6
|
September
|
20,1
|
21,1
|
21,1
|
20,4
|
23,3
|
23,2
|
21,2
|
7
|
Oktober
|
20,4
|
21,2
|
21,1
|
20,2
|
23,1
|
23,2
|
21,2
|
8
|
November
|
20,1
|
21,2
|
21,4
|
23,0
|
23,1
|
21,5
|
21,3
|
9
|
Desember
|
21,5
|
23,1
|
21,3
|
20,0
|
20,2
|
23,1
|
21,1
|
10
|
Januari
|
20,1
|
21,1
|
21,1
|
20,4
|
23,3
|
23,2
|
21,0
|
11
|
Februari
|
20,4
|
21,2
|
21,1
|
20,2
|
23,1
|
23,2
|
21,2
|
12
|
Maret
|
20,1
|
21,2
|
21,4
|
23,0
|
23,1
|
21,5
|
21,3
|
4)
Cahaya Matahari
Cahaya merupakan salah satu
energi yang bersumber dari radiasi matahari. Cahaya matahari merupakan sumber energi
primer bagi makhluk hidup fotosintetik, yaitu tumbuhan. Cahaya matahari terdiri
dari berbagai macam panjang gelombang. Jenis panjang gelombang, intensitas
cahaya, dari lama penyinaran cahaya matahari berperan dalam kehidupan
organisme. Keberadaan cahaya yang cukup akan mendorong pengubahan energi cahaya
(foton) menjadi energi kimia yang berupa
glukosa dan akan menjadi bahan makanan bagi makhluk hidup heterotrof
seperti hewan dan manusia. Kecepatan pembentukkan glukosa melalui fotosintesis
dapat mengontrol keberagaman makhluk hidup di dalam suatu ekosistem (Syarif,
2010)
Tabel.3
No
|
Bulan
|
Radiasi Harian
(watt/m2/menit)
|
||||||
09.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1
|
April
|
31,9522
|
51,3915
|
59,3522
|
66,0316
|
92,6935
|
62,0290
|
62,0290
|
2
|
Mei
|
200,0522
|
122,6222
|
122,2296
|
105,2292
|
122,2322
|
122,0220
|
122,0222
|
3
|
Juni
|
166,0326
|
163, 0222
|
192,1221
|
103,2251
|
106,9223
|
105,9321
|
105,9321
|
4
|
Juli
|
96,9621
|
102,6621
|
103,5321
|
132,226
|
105,2225
|
102,223
|
102,2223
|
5
|
Agustus
|
61,9660
|
69,9922
|
103,0150
|
105,1052
|
106,3105
|
101,0222
|
101,0222
|
6
|
September
|
22,2252
|
66,2322
|
96,6623
|
100,5391
|
106,2222
|
105,6622
|
105,6622
|
7
|
Oktober
|
22,2662
|
22,9921
|
69,0222
|
105,6225
|
105,9920
|
102,6692
|
102,6692
|
8
|
November
|
22,6666
|
22,2251
|
62,6692
|
92,9210
|
101,6623
|
96,9635
|
96,9635
|
9
|
Desember
|
61,9660
|
69,9922
|
110,0150
|
105,1052
|
106,3105
|
101,0222
|
101,0222
|
10
|
Januari
|
22,2252
|
66,2322
|
96,6623
|
100,5391
|
106,2222
|
105,6622
|
105,6622
|
11
|
Februari
|
22,2662
|
22,9921
|
69,0222
|
105,6225
|
105,9920
|
102,6692
|
102,6692
|
12
|
Maret
|
22,6666
|
22,2251
|
62,6692
|
92,9210
|
101,6623
|
96,9635
|
96,9635
|
5)
Udara
Udara sangat penting bagi
kehidupan organisme. Sebagaimana manusia membutuhkan udara untuk bernapas.
Kondisi udara pada suatu tempat sangat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai
berikut:
1)
Cahaya matahari, sangat penting untuk laju proses fotosintesis
tumbuhan hijau untuk memberikan pasokan oksigen ke lingkungan.
2)
Kelembaban, merupakan kadar air yang terdapat di udara yang
mempengaruhi kecepatan penguapan dan kemampuan bertahan hewan terhadap
kekeringan.
3)
Angin, berpengaruh terhadap tumbuhan dalam hal sistem perakaran
dan penyerbukan tanaman
6)
Angin dan Kelembapan
Angin berperan membantu penyerbukan
tumbuhan, menyebarkan spora dan biji tumbuhan. Beberapa serangga hama tumbuhan
dapat diterbangkan oleh angin ke tempat lain yang jauh. Kelembaban berperan
menjaga organisme agar tidak kehilangan air karena penguapan. Beberapa
mikroorganisme seperti jamur dan bakteri hidup di tempat-tempat yang lembab.
Tabel. 4
No
|
Bulan
|
Kelembaban Udara Harian
(%)
|
||||||
09.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1
|
April
|
86
|
84
|
81
|
84
|
86
|
85
|
85
|
2
|
Mei
|
75
|
71
|
74
|
73
|
74
|
74
|
74
|
3
|
Juni
|
79
|
78
|
75
|
74
|
74
|
75
|
81
|
4
|
Juli
|
82
|
81
|
75
|
71
|
71
|
74
|
74
|
5
|
Agustus
|
87
|
81
|
83
|
75
|
76
|
81
|
75
|
6
|
September
|
83
|
82
|
75
|
75
|
75
|
76
|
81
|
7
|
Oktober
|
84
|
82
|
75
|
81
|
81
|
78
|
79
|
8
|
November
|
85
|
81
|
82
|
79
|
78
|
78
|
79
|
9
|
Desember
|
82
|
81
|
75
|
71
|
71
|
74
|
74
|
10
|
Januari
|
87
|
81
|
83
|
75
|
76
|
81
|
75
|
11
|
Februari
|
83
|
82
|
75
|
75
|
75
|
76
|
81
|
12
|
Maret
|
84
|
82
|
75
|
81
|
81
|
78
|
79
|
7)
Keasaman pH
Keasaman juga berpengaruh terhadap
mahkluk hidup. Biasanya mahkluk hidup memerlukan lingkungan yang memiliki PH
netral. Mahkluk hidup tidak dapat hidup di lingkungan yang terlalu asam atau
basa. Tanah yang bersifat asam dapat dinetralkan dengan diberikan bubuk kapur.
Tanah berhumus seringkali bersifat asam. Tanah berkapur seringkali bersifat
basa. Tanah bersifat basa dapat dinetralkan dengan diberi bubuk belerang (wordpress,
2009). Pertumbuhan optimal tanaman padi menghendaki pH 5,5 – 7. Pada pH dibawah
5,5 tanaman masih dapat tumbuh dan dapat memberikan hasil namun kurang
memuaskan dimana tanaman mengalami keracunan Al, Fe, dan Mn (Afrizal, 2009).
Berdasarkan
kriteria kesuburan tanah menurut Pusat Penelitian Tanah yaitu : 1) pH (H2O)
mineral tingkatan sangat masamnya adalah < 4,5 sedangkan tingkatan
alkalisnya adalah > 8,5; 2) pH (H2O) gambut tingkatan sangat
masamnya adalah < 4,0 sedangkan tingkatan tingginya adalah >5.
3.2.3 Pola Interaksi
Ekosistem Sawah
Dalam
komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara
komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya. Interaksi
antarkomponen ekologi dapat merupakan interaksi antarorganisme, antarpopulasi,
dan antarkomunitas (Elfis, 2010).
Menurut
Kistinnah (2009) semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup
yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang
sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau
individu-individu dari populasi lain. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan pada ekosistem sawah bertingkat dapat dilihat adanya pola interaksi
biotic pada ekosistem sawah. Contohnya tanaman padi yang melakukan fotosintesis
sehingga menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk konsumen tingkat I (tikus),
cacing yang berperan dalam proses penyuburan tanah untuk menghasilkan nutrisi
dan zat hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman padi serta beberapa
mikroorganisme yang menguraikan sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan untuk
memperoleh energi.
3.2.3.1 Interaksi
Antarorganisme.
Secara
teori, spesies- spesies anggota populasi saling berinteraksi satu dengan yang lainnya
dan membentuk interaksi yang positif, negatif, nol, atau kombinasi yang bentuk interaksi itu dapat dibagi menjadi
sembilan tipe, yaitu neutralisme, kompetisi (tipe gangguan langsung), kompetisi
(tipe gangguan sumber daya), amensalisme, parasitisme, predasi (pemangsaan),
komensalisme, protokooperasi, dan mutualisme (Odum, 1993; Gopal dan Bhardwaj,
1979; dalam Elfis, 2010).
1) Neutralisme merupakan bentuk interaksi
antara dua atau lebih spesies yang masing-masing antara populasi tidak saling
mempengaruhi diberi lambang (OO).Contoh: populasi katak dengan populasi tikus.
2)
Kompetisi (tipe gangguan langsung)
merupakan interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing saling
menghalangi secara aktif. Yaitu Bila
antara populasi terjadi persaingan untuk memperebutkan makanan dan wilayah
tempat perburuan. Diberi lambang ( - - ).Berdasarkan hasil pengamatan pada
ekosistem sawah terdapat kompetesi antara tikus dengan burung yang sama-sama
memakan biji tanaman padi.
3)
Kompetisi (tipe penggunaan sumber
daya alam): interaksi antara dua atau lebih spesies dalam menggunakan sumber
daya alam yang persediannya dalam kondisi kekurangan dalam interaksi tersebut,
masing masing sepesies berpengaruh saling merugikan yang lain dalam perjuangan
untuk memperoleh sumberdaya alam. Diberi lambang ( - - ).Berdasarkan hasil
pengamatan pada ekosistem sawah terjadi kompetesi antara populasi tanaman padi
dengan tanaman padi yang lainnya serta rumput dalam merebutkan unsur hara dalam tanah, cahaya matahari dll.
4)
Predasi merupakan interaksi antara
dua atau lebih spesies yang salah satu pihak (prey atau organisme yang dimangsa
) dirugikan sedangkan pihak lainnya (predator atau organisme yang memangsa)
beruntung tipe interaksi tipe ini diberi lambang ( - +).Berdasarkan hasil pengamatan pada
ekosistem sawah terjadi interaksi makan memakan antara tikus dengan ular sawah
untuk memperoleh energi.
3.2.3.2 Simbiosis pada Ekosistem Sawah dan
Tegalan
1)
Parasitisme merupakan interaksi
antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu pihak (inang)
dirugikan. Sedangkan pihak lain (parasit beruntung) tipe ini diberi lambang ( -
+ ).
Contoh : populasi babi yang memakan
biji tanaman padi dan juga merusak tanaman.
2)
Komensalisme merupakan interaksi
antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak beruntung sedangkan pihak
lain tidak terpengaruh dengan adanya asosiasi.deberi lambang ( + O )
Contoh: populasi kupu-kupu yang
membantu tanaman padi dalam proses penyerbukan.
3)
Mutualisme merupakan interaksi
antara dua atau lebih spesies yang masing-masing saling memperoleh keuntungan
adanya asosiasi yang perlu dicatat bahwa masing-masing sepesies memang saling membutuhkan dan merupakan suatu
keharusan untuk berasosiasi. Diberi lambang ( + + ).
Contoh: cacing dan tanaman padi. Cacing memperoleh makanan
dari serasah-serasah daun tanaman padi dan menguraikannya sehingga memberikan
nutrisi dan zat hara bagi tanah yang menguntungkan dalam pertumbuhan tanaman
padi.
3.2.3.3 Interaksi
Antarpopulasi
Menurut Elfis (2010) Antara populasi yang satu dengan populasi lain
selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam
komunitasnya.Contoh interaksi antar populasi adalah
sebagai berikut. Alelopati
merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat
yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon
walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini
menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati
dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium
sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri tertentu. Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat
kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan
apa yang diperlukan. Contoh,
persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.
Berdasarkan hasil pengamatan pada ekosistem sawah dan tegalan ditemukan ditemukan
interaksi yang menunjukkan interaksi antar populasi yaitu kompetisi dimana
populasi burung bersaing dengan populasi tikus dalam mendapatkan butir biji
padi.
3.2.3.4 Interaksi Antar
Komunitas
Menurut Elfis
(2010) Komunitas
adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling
berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas
sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung,
ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton,
fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi
interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran
organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.
Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan
organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat
kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang
berbeda misalnya laut dan darat (Elfis, 2010).
3.2.3.5.
Interaksi Antarkomponen Biotik
Pada suatu tempat di
sekitar kita dapat ditemukan adanya berbagai jenis organisme, baik sejenis
maupun berbeda jenis yang membentuk suatu organisasi kehidupan. Mereka
berinteraksi saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain dalam
berbagai bentuk. Satu organisme dikenal sebagai individu, dan populasi
merupakan sekumpulan organisme sejenis yang berinteraksi pada tempat dan waktu
yang sama. Jumlah individu sejenis yang terdapat pada satuan luas tertentu
dinamakan kepadatan populasi. Antara populasi yang satu dengan populasi yang
lain selalu terjadi interaksi, baik secara langsung atau tidak langsung dalam
suatu komunitas.
Dalam suatu komunitas
senantiasa terdapat tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Organisasi kehidupan yang
merupakan kesatuan komunitas-komunitas dengan lingkungan abiotik (fisik) tempat
hidupnya membentuk suatu ekosistem. Seluruh ekosistem yang ada di dunia ini
membentuk biosfer sebagai bagian permukaan bumi yang dihuni oleh suatu
kehidupan.
Telah kita ketahui bahwa
antara komponen ekosistem senantiasa saling berinteraksi. Tujuan utama
interaksi antar komponen berkaitan erat dengan kelangsungan hidup. Bertambahnya
anggota populasi menyebabkan kepadatan bertambah, sehingga antar individu harus
bersaing untuk mencukupi kebutuhannya. Persaingan antar individu dalam populasi
memiliki intensitas yang paling tinggi karena mereka memiliki persamaan
kebutuhan hidup yang disebut kompetisi intraspesifik. Di dalam suatu komunitas,
populasi yang satu senantiasa berinteraksi dengan populasi yang lain. Bentuk
interaksi antar populasi dapat berupa kompetisi, predasi, simbiosis, maupun
antibiosis. Kompetisi antar populasi dinamakan kompetisi interspesifik, yaitu
bila kedua populasi menempati niche yang sama pada habitat yang sama. Misalnya,
rumput ilalang dengan tanaman jagung di lahan petani. Interaksi mereka dapat
menyebabkan terusirnya populasi tertentu, migrasi, adaptasi, dan kematian
sehingga mempengaruhi kepadatan populasi pada suatu tempat.
1)
Rantai Makanan
Kelangsungan hidup
organisme membutuhkan energi dari bahan organik yang dimakan. Bahan organik
yang mengandung energi dan unsur-unsur kimia ditransfer dari satu organisme ke
organisme lain berlangsung melalui interaksi makan dan dimakan. Peristiwa makan
dan dimakan antar organisme dalam suatu ekosistem membentuk struktur trofik
yang bertingkat-tingkat.
Setiap tingkat trofik
merupakan kumpulan berbagai organisme dengan sumber makanan tertentu. Tingkat
trofik pertama adalah kelompok organisme autotrof yang disebut produsen.
Organisme autotrof adalah organisme yang dapat membuat bahan organik sendiri
dari bahan anorganik dengan bantuan sumber energi. Bila dapat menggunakan
energi cahaya seperti cahaya, matahari disebut fotoautotrof, contohnya tumbuhan
hijau dan fitoplankton. Apabila menggunakan bantuan energi dari reaksi-reaksi
kimia disebut kemoautotrof, misalnya, bakteri sulfur, bakteri nitrit, dan
bakteri nitrat.
Tingkat tropik kedua
ditempati oleh berbagai organisme yang tidak dapat menyusun bahan organik
sendiri yang disebut organisme heterotrof. Organisme heterotrof ini hanya
menggunakan zat organik dari organisme lain sehingga disebut juga
konsumen.Pembagian konsumen adalah sebagai berikut:
a.
Konsumen Primer
Organisme pemakan produsen atau
dinamakan herbivora yang menempati tingkat trofik kedua.
b.
Konsumen Sekunder
Organisme pemakan herbivora yang
dinamakan karnivora kecil yang menempati tingkat trofik ketiga.
c.
Konsumen Tersier
Organisme
pemakan konsumen sekunder yang dinamakan karnivora besar yang menempati tingkat
trofik keempat. Dalam suatu ekosistem tidak selamanya memiliki tingkat trofik
yang sama karena tergantung dari keanekaragaman pada suatu tempat. Namun,
biasanya terdiri dari empat sampai lima tingkat trofik. Jalur makan dan dimakan
dari organisme pada suatu tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya yang
membentuk urutan dan arah tertentu disebut rantai makanan.
Menurut
Indriyanto (2008) menjelaskan pada prinsipnya, rantai makanan dapat dibedakan
kedalam 3 kelompok sebagai berikut:
1) Rantai pemangsa, yaitu pemindahan energi
dan materi dari produsen (tumbuhan) ke hewan kecil, kemudian ke hewan yang
besar, dan berakhir pada hewan paling besar.
2) Rantai parasit, yaitu pemindahan energi
dan materi dari organisme besar ke organisme kecil.
3) Rantai saprofit, yaitu pemindahan energi
dan materi dari organisme mati (bahan organik) ke mikroorganisme atau jasad
renik
Berdasarkan
hasil pengamatan ekosistem sawah dan tegalan di Kabupaten Agam Sumatera Barat
pada tanggal 20 April 2014
dapat digambarkan rantai makanan adalah sebagai berikut:
Gambar 10. Rantai Makanan pada Ekosistem Sawah
bertingkat
2)
Piramida Makanan
Struktur trofik dapat disusun secara urut sesuai hubunganmakan
dan dimakan antar trofik yang secara umum memperlihatkanbentuk kerucut atau
piramid. Gambaran susunan antar trofik dapatdisusun berdasarkan kepadatan
populasi, berat kering, maupunkemampuan menyimpan energi pada tiap trofik yang
disebut piramidaekologi. Piramida ekologi ini berfungsi untuk menunjukkan
gambaranperbandingan antar trofik pada suatu ekosistem. Pada tingkatpertama
ditempati produsen sebagai dasar dari piramida ekologi,selanjutnya konsumen
primer, sekunder, tersier sampai konsumenpuncak.Dikenal ada tiga macam piramida
ekologi antara lain piramidajumlah, piramida biomassa dan piramida energi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada ekosistem sawah dan tegalan di
Kabupaten Agam Sumatera Barat tangga 20 April
2014,
maka gambaran piramida makanannya adalah sebagai berikut:
Gambar
11. Piramida Makanan
3.2.3.6. Interaksi Antarkomponen Biotik dan Abiotik
Interaksi
antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem. Hubungan antara
organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi dalam
sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur
atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi. Dengan
adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan
keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini
merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh
maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai
keseimbangan baru (Elfis, 2010).
Berbeda dengan energi,
materi kimia yang berupa unsur-unsur penyusun bahan organik dalam ekosistem,
berpindah ke trofik-trofik rantai makanan tanpa mengalami pengurangan,
melainkan berpindah kembali ke tempat semula. Unsur-unsur tersebut masuk ke
dalam komponen biotik melalui udara, tanah atau air. Perpindahan unsur kimia
dalam ekosistem melalui daur ulang yang melibatkan komponen biotik dan abiotik
ini dikenal dengan sebutan daur biogeokimia. Menurut Aryulina
(2008) bahwa beberapa daur biogeokimia adalah sebagai berikur:
1.
Daur air
Air
di atmosfer berbentuk uap air. Uap air ini berasal dari air di daratan dan laut
yang menguap karena panas cahaya matahari. Uap air di atmosfer terkondensasi
menjadi awan yang turun kedaratan dan laut dalam bentuk hujan. Air hujan di
daratan masuk kedalam tanah membentuk air permukaan dan air tanah. Tumbuhan
darat menyerap air yang ada didalam tanah. Dalam tubuh tumbuhan air mengalir
selanjutnya melalui transpirasi uap air dilepaskan oleh tumbuhan ke atmosfer.
Hewan memperoleh air langsung dari air permukaan serta dari tumbuhan yang
dimakan sedangkan manusia menggunakan seperempat air tanah danair permukaan
sebagian mengalir kesungai, kemudian kedanau atau kelaut.
Gambar 12. Siklus air
2.
Daur karbon
Unsur
karbon terdapat di atmosfer dalam bentuk gas karbondioksida (CO2).
Karbondioksida masuk kedalam komponen biotik melalui produsen. Produsen didarat
dan aquatic menggunakan karbondioksida untuk membentuk bahan organic berupa
senyawa karbon, yaitu glukosa. Glukosa dihasilkan oleh proses fotosintesis.
Bahan organic yang mengandung unsure karbon tersebut ditransfer ke hewan dan
manusia secara langsung maupun tidak langsung melalui rantai makanan.
Dikerak
bumi terdapat karbon dalam bentuk batu bara dan minyak bumi (bahan bakar fosil).
Jumlah karbondioksida di atmosfer bervariasi bergantung musim bahan bakar
penggunaan oleh manusia, sehingga memungkinkan terjadi ketidakseimbangan. Pada
perairan karbondioksida dapat larut air dan diserap langsung oleh organisme
autotrof.
Gambar 13.
Siklus karbon
3.
Daur nitrogen
Unsur
nitrogen sebagian besar terdapat di atmosfer dalam bentuk gas nitrogen (N2).
Organisme yang dapat mengikat (fiksasi) nitrogen adalah bakteri. Nitrogen yang
diikat oleh bakteri tersebut di ubah menjadi amonia (NH3). Nitrogen
dapat diserap oleh tumbuhan dalam bentuk ammonia. Penguraian nitrogen menjadi
ammonia disebut amonifikasi. Amonia kemudian dirombak oleh bakteri nitrit
menjadi ion nitrit (NO2-). Ion nitrit selanjutnya
dirombak oleh bakteri nitrat menjadi ion nitrat (NO3-).
Nitrogen dalam bentuk ion nitrat selain diserap oleh tumbuhan untuk memenuhi
kebutuhan nitrogennya juga digunakan oleh bakteri tanah untuk memperoleh
oksigen. Proses perombakan ion nitrat oleh bakteri denitrifikasi menghasilkan
nitrogen. Nitrogen yang dihasilkan akan kembali keatmosfer.
Gambar 14.
Siklus nitrogen
4.
Daur fosfor
Fosfor
merupakan elemen penting dalam kehidupan karena semua makhluk hiodup
membutuhkan fosfor dalam bentuk ATP (Adenosin Trifosfat), sebagai sumber energy
untuk metabolisme sel. Fosfor terdapat dialam dalam bentuk ion fosfat (PO43).
Ion fosfat terdapat dalam bebatuan. Adanya peristiwa erosi dan pelapukan
menyebabkan fosfat terbawa menuju sungai hingga laut membentuk sedimen. Adanya
pergerakan dasar bumi menyebabkan sedimen yang mengandung fosfat muncul
kepermukaan. Didarat tumbuhan mengambil fosfat yang terlarut dalam air tanah.
Bakteri dan jamur mengurai bahan-bahan anorganik didalam tanah lalu melepaskan
fosfor yang kemudian diambil oleh tumbuhan.
Gambar
15. Siklus Phospor
5.
Daur sulfur
Tumbuhan
menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4). Perpindahan sulfat
terjadi melalui proses rantai makanan lalu semua makhluk hidup mati dan akan
diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri yang
terlibat dalam daur sulfur akan mereduksi sulfat menjadi sulfide dalam bentuk
hydrogen sulfide (H2S). kemudian digunakan oleh bakteri fotoautotrof
anaerob dan melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat
oleh bakteri kemolitotrof.
3.3. Berbagai Jenis
Gulma Ekosistem Sawah Bertingkat
Menurut
Kartasapoetra (1988) sejak berabad-abad yang lampau manusia telah mengenal
gulma. Nenek moyang yang hidup dengan berburu dan mengumpulkan hasil hutan,
sudah dihadapkan pada rintangan tumbuhan pengganggu dari aneka spesies tumbuhan
liar berduri, seperti putri malu (Mimosa
sp) dan kaktus opuntia (Opuntia sp).
Ketika
mata pencaharian diusahakan dengan pola bercocok tanam, muncul masalah tumbuhan
penganggu (gulma) yang menjadi salah satu faktor muncul masalah tumbuhan
pengganggu (gulma) yang menjadi salah
satu faktor pembatas peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian.
Perubahan lingkungan (ekosistem) yang dilakukan utk mengintensikan usaha
pertanian memberi peluang besa bagi pengembangbiakan dan penyebaran aneka jenis
tumbuhan penganggu. Tumbuhan penganggu umumnya mampu mempertahankan diri dalam
menghadapi perubahan lingkungan karena dapat beradpatasi dan bersaing.
Kerugian
yang ditimbulkan oleh tumbuhan penganggu setara dengan kerugian dengan kerugian
yang diakibatkan oleh hama dan penyakit. Gulma menjadi masalah yang tetap,
karena selalu menyaingi tanaman utama (pokok) dalam mengambil unsur hara,
air,cahaya,dan tempat.sistempertanian yang mempraktekkan penanaman dalam
barisan,monokultur,jaraktanaman yang klebar,antar barisan,pemupukan,penggunaan
alatalat pertanian(mekanisasi),dan pengairan sekaligus memberikan peluang bagi
gulma untuk tumbuh dan berkembang
Lebih
lanjut Kartasapoetra (1988) gulma juga dikenal dengan sejenis
rerumputan,rumput-rumputan, tumbuhan, liar, herba, weed (inggris),
unkraut(jerman), onkruit(belanda), dan tzao(cina). Gulma dapat memperluas daya
adaptasi dan daya saing (kompetesi) sehingga merugikan tanaman budi daya.
Sifat-sifat umum yang dimilii gulma antara lain sebagai berikut:
a. Cepat berkembang biak
b. Periode pembuangan cukup lama
c. Pembentukkan biji berlainan umur
d. Bunga umumnya majemuk
e. Berbiji banyak
f. Sifat dormansi yanng lama
g. Daya adaptasi luas
h. Tahan terhadap lingkungan yang kurang
menguntungkan
Berdasarkan
hasil pengamatan di sawah Kabupaten Agam Sumatera Barat pada tanggal 29 April
2013 terdapat berbagai jenis gulma yang ada di ekosistem sawah dan tegalan,
yaitu:
a) Jenis Gulma Dari Golongan Berdaun Lebar
Dari
hasil pengamatan di sawah bertingkat terdapat dua jenis gulma dari golongan
berdaun lebar adalah sebagai berikut: 1) Ludwigia
hyssofolia, dengan bunga berwarna kuning, kelopak bunga 4, mahkota bunga 4,
dan bentuk daun yang lebar. Dimana ludwigia
hyssofolia merupakan salah satu gulma dominan yang terdapat pada ekosistem
sawah bertingkat dan tegalan; 2) Ludwigia
parennis, dengan bunga berwarna kuning, kelopak bunga 4, mahkota bunga 4,
batang berwarna merah kehijau-hijauan, daun lebar, dan pada permukaan daun
terdapat bercak-bercak merah, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
petani yang disana menyebut Ludwigia
parennis dengan sebutan bunga lado-lado.
Ludwigia parennis dapat kita temukan diantara tanaman padi yang satu dengan
tanaman padi lainnya. Ludiwigia parennis sangat
mudah kita temukan di sawah bertingkat Kabupaten Agam Sumatera Barat karena
merupakan salah satu tanaman penganggu (gulma) dominan yang ada di sawah
bertingkat tersebut.
b) Jenis-Jenis Gulma Dari Golongan
Teki-Tekian
Dari
hasil pengamatan di sawah bertingkat terdapat dua jenis gulma dominan dari
golongan teki-tekian, yaitu: 1) Cyperus
pilosus; 2) Frimbristylis miliacecae.
IRRI
(1991) melaporkan kehilangan hasil padi sawah akibat gangguan gulma berkisar
antara 40%-100%. Menurut Rahmat (1999) terdapat dua macam pengendalian gulma,
yaitu sebagai berikut:
1) Pengendalian Secara Mekanik
Pengendalian
secara mekanik adalah usaha menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak
sebagian atau seluruh gulma, sehingga gulma tersebut mati. Praktek pengendalian secara mekanik biasanya
menggunankan alat-alat bantu, mulai dari alat yang sederhana hingga alat-alat
yang besar (modern). Alat-alat umum yang digunakan dikelompokkan dalam tiga
macam, yaitu
1. Alat sederhana (cangkul, sabit, dan garu
yang ditarik ternak)
2. Semi mekanis (mesin-mesin sederhana, mower dan cultivator)
3. Mekanisasi (alat-alat modern, seperti bajak yang
dilengkapi rotovator (powered rotary
cultivation) dan weed crusher
terutama untuk land clearence
Tata
cara pengendalian gulma secara mekanis adalah sebagai berikut:
1. Pembabatan (mowing, slashing) gulma
2. Menginjak-nginjak gulma
3. Pencangkulan lahan (tanah), terutama di
lahan kering
4. Penggunaan lalandak, khususnya dilahan
sawah
5. Pencabutan gulma dengan tangan (hand weeding)
6. Pembakaran gulma
7. Penggenangan lahan
8. Penggunaan mulsa atau penutup tanah
9. Penyiangan (pendangiran) gulma
2) Pengendalian secara kultur teknis
Didasarkan
pada pada segi ekologi yaitu berusaha menciptakan kondisi lingkungan yanng
sesuai dengan tanaman budidaya, sehingga dapat tumbuh baik dan mampu bersaing
dengan gulma. Setiap aspek teknik budidaya secara langsung maupun tidak
langsung dapat mengurangi dan menekan pertumbuhan gulma
Tata
cara pengendalian gulma secara kultur teknis dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Pengolahan tanah
2. Penggunaan benih tanaman budi daya yang
bebas gulma
3. Pengaturan jarak tanaman
4. Pergiliran (rotasi) tanaman
5. Pemupukan
6. Pengelolaan tanaman
3.4. Berbagai Jenis Hama
Ekosistem Sawah Bertingkat
Hama
dan penyakit pada tanaman padi sangat beragam, disamping faktor lingkungan
(curah hujan, suhu, musim) yang sangat mempengaruhi terhadap produksi padi.
Belum lagi mahalnya bibit, biaya produksi, pengangkutan dan harga jual yang
rendah sehingga petani jarang dapat meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan
keluarganya (Ameilia, 2007).
1.
Hama Padi Wereng Coklat (Nilaparvata lugens)
Hama ini dapat menyebabkan tanaman
padi mati kering dan tampak seperti terbakar atau puso, serta dapat menularkan
beberapa jenis penyakit. Tanaman padi yang rentan terserang wereng coklat
adalah tanaman padi yang dipupuk dengan unsur N terlalu tinggi dan jarak tanam
yang merupakan kondisi yang disenangi wereng coklat. Hama wereng coklat menyerang tanaman pada
mulai dari pembibitan hingga fase masak susu. Gejala serangan adalah
terdapatnya imago wereng coklat pada tanaman dan menghisap cairan tanaman pada
pangkal batang, kemudian tanaman menjadi menguning dan mengering. Pengendalian
dianjurkan menggunakan insektisida sistemik Winder 100EC (0,25-0,5 ml/L),
Winder 25WP (0,125-0,5 g/L), WinGran 0,5GR ditaburkan merata.
2. Wereng Hijau (Nephotettix virescens)
Hama
wereng hijau merupakan hama penyebar (vector) virus tungro yang menyebabkan
penyakit tungro. Fase pertumbuhan padi yang rentan serangan wereng hijau adalah
saat fase persemaian sampai pembentukan anakan maksimum, yaitu umur ± 30 hari
setelah tanam. Gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah tanaman kerdil, anakan
berkurang, daun berubah menjadi kuning sampai kuning oranye. Pencegahan dan
pengendalian hama wereng hijau adalah dengan melakukan penanaman yang serempak
dan menggunakan varietas yang tahan. sebagai tindakan pengendalian dapat
dilakukan bersamaan dengan pengendalian hama wereng coklat, apabila serangan
sudah mencapai ambang batas. Pengendalian dianjurkan menggunakan insektisida
sistemik Winder 100EC (0,25-0,5 ml/L), Winder 25WP (0,125-0,5 g/L), WinGran
0,5GR ditaburkan merata.
3. Walang Sangit (Leptocorixa acuta)
Walang sangit merupakan hama yang menghisap cairan
bulir pada fase masak susu. Kerusakan yang ditimbulkan walang sangit
menyebabkan beras berubah warna, mengapur serta hampa. Hal ini dikarenakan
walang sangit menghisap cairan dalam bulir padi. Fase tanaman padi yang rentan
terserang hama walang sangit adalah saat tanaman padi mulai keluar malai sampai
fase masak susu. Pengendalian dianjurkan dilakukan pada saat gabah masak susu
pada umur 70-80 hari setelah tanam dengan disemprot insektisida Greta 500EC
(1-2 ml/L).
4. Ulat Grayak (Armyworm)
Hama ulat grayak menyerang tanaman dengan memakan
daun dan hanya meninggalkan tulang daun dan batang. Larva ulat grayak menyerang
tanaman padi sejak di persemaian sampai fase pengisian. Serangan akan parah
saat musim kemarau dan tanaman kekurangan air. Untuk pengendaliannya dianjurkan
menyemprot dengan Matrix 200EC dengan konsentrasi 1-2 mililiter per liter
bergantian dengan Promectin 18EC dengan konsentrasi 0,5-1 mililiter per liter.
5. Tikus Sawah
Tikus merusak tanaman pada semua fase pertumbuhan
dan dapat menyebabkan kerusakan besar apabila tikus menyerang pada saat
primodia. Tikus akan memotong titik tumbuh atau memotong pangkal batang untuk
memakan bulir gabah. Tikus menyerang pada malam hari dan pada siang hari tikus
bersembunyi di lubang pada tanggul irigasi, pematang sawah, pekarangan, semak
atau gulma.Pengendalian hama tikus dapat dilakukan secara terorganisir dalam
skala luas oleh kelompok tani dengan pengelolaan lahan sampai menjelang panen
dengan cara gropyokan. Pengendalian dengan menggunakan rodentisida Brodirat
0,005BB yang berbahan aktif brodifakum 0,005 persen berupa umpan siap pakai
yang berguna untuk mengendalikan hama tikus sawah.
6. Keong Mas (Pomacea canaliculata)
Keong mas merusak tanaman dengan cara memarut
jaringan tanaman dan memakannya, menyebabkan adanya bibit yang hilang per
tanaman. Waktu kritis untuk mengendalikan serangan keong mas adalah pada saat
10 hst atau 21 hari setelah sebar benih (benih basah). Keong Sawah
Berdasarkan hasil pengamatan ekosistem sawah di
Kabupaten Agam Sumatera Barat, keong sawah merupakan salah satu hama dominan
yang terdapat di sawah. Dimana pada sawah tersebut terdapat dua jenis keong
sawah, yaitu keong emas dan keong hitam. Keong sawah dapat menganggu
pertumbuhan tanaman padi.
7. Burung
Terdapat jenis burung yang dapat menjadi hama pada
pematangan bulir. Burung tersebut adalah: pipit (Lonchura Leuchogoastroides Horsf dan Moore), bondol hitam (Lonchura ferruginosa S. Parrm), manyar
padi (Placeus manyor Horsf), gelatik
(Padda oryzivora.L) dan peking (Lonchura
punctata Horsf dan Moore) (Tjahjono dan Harahap, 1992).
Diantara jenis burung tersebut yang
paling umum terdapat disawah adalah pipit, peking dan bondol. Mereka akan
berpindah- pindah dari satu sawah kesawah lainnya mencari bulir padi yang
masak. Burung tersebut memakan langsung
bulir- bulir padi yang sedang menguning sehingga menyebabkan terjadinya
kehilangan hasil panen secara langsung.
Menurut Tjahjono dan Harahap (1992)
burung- burung hama padi akan menyerang pada saat menguning, jadi semakin lama
periode tanam padi jumlah burung akan semakin banyak. Oleh karena itu perlu
dilakukan penanaman serentak dengan varietas yang berumur relativ sama sehingga
periode tersebut dapat dipersingkat dan populasi burung dapat ditekan. Cara
lainnya adalah mejaring kawanan burung atau merusak sarangnya setiap kali
ditemukan. Membuat orang –orangan, menggoyang- goyang kaleng kosong hanya
mengusir sementara waktu, tetapi tidak menurunkan populasi burung tidak
efektif.
8. Belalang (orthoptera)
Diantara jenis belalang yang menyerang tanaman padi
adalah Locusta megatoria manilensis, oxya spp, Cenochepalus, dll. Dewasa oxya
bewarna hijau cerah dan garis warna kuning hijau dibagian punggungnya, garis
hitam memanjang disisi samping tubuhnya. Sedangkan locusta bewarna coklatdan
tanpa garis, sayap belalang pada bagian bawah bewarna kuning gelap. Pada siang
hari biasanya belalang bersembunyi (Suparno, 1995).
Daftar Gambar
Jenis Gulma Berdaun
Lebar
Gambar. Lugwigia
hysofolia
Gambar. Gulma berdaun
lebar 1
Gambar
3. Ludwigia perennis
Gambar. Gulma berdaun
lebar 2
Gambar . Gulma berdaun lebar 3
Gambar . Gulma
berdaun lebar 4
Gambar . Gulma
berdaun lebar 5
Gambar . Gulma berdaun lebar 6
Gulma dari Golongan
Rumput – rumputan
Gambar. Mimosa sp
Gulma dari
Golongan Teki – tekian
Gambar. Cyperus
pilosus
Gambar. Gulma golongan teki – tekian 1
Gambar. Frimbistylis miliaceae
BAB
4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Ø Sawah adalah
lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh
pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya.
Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini,
sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan
pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.
Ø Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga
suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur
lingkunagn hidup yang saling mempengaruhiPola
interaksi organisme melibatkan dua atau lebih organisme. Jenis, sifat dan
tingkah laku organisme di bumi sangat beraneka ragam. Karena itu, pola interaksi
antarorganisme juga beragam.
Ø
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama
lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila
dibandingkan dengan individu dan populasi.
Ø
Edaphis adalah hutan yang terbentuk
karena pengaruh tanah. Tanah
merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan
organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang,
dan dicirikan oleh salah satu atau keduanya (Wikipedia,2010).
DAFTAR
PUSTAKA
Aryulina, D. 2010. Biologi SMA dan MA Kelas X.
Jakarta: Erlangga
Campbell.2004.Biologi.Jakarta: Erlangga
Elfis.
2010a. http://elfisuir.blogspot.(Diakses: 17 Maret 2011)
Elfis.
2010b. Hubungan Air dengan Tumbuhan. Available at : http://elfisuir.blogspot.
com/2010/02/hubungan-air-dengan-tumbuhan.html. (Diakses 21 Mare 2011).
Elfis.
2010c. Air Dalam Kajian Ekologi Tumbuhan. Available at : http://elfisuir.
blogspot.com/2010/02/air-dalam-kajian-ekologi-tumbuhan.html. (Diakses 21 Maret
2011).
Elfis.
2010d. Ekologi Komunitas. Available at :
http://elfisuir.blogspot.com/2010/03/ekologi-komunitas.html. (Diakses 21 Maret
2011).
Elfis.
2010e. Ekologi Ekosistem. Available at : http://elfisuir.blogspot.com/2010/03/
ekologi ekosistem.html. (Diakses 22
Maret 2011)
http://id.Wikipedia.org/wiki/Ekosistem. (Diakses: 9
Mei 2013)
Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. (Diakses 11 Mei 2013)
http://janganlupadibaca.blogspot.com/2010/11/pengertian-klimatologi.html.
(Diakses 11 Mei
2013 )
http://id.wikipedia.org/wiki/Sawah
(diakses 11 mei 2013)
Elfis
suhu dalam kajian ekologi http://id.wikipedia.org/wiki/Kelembapanm (di akses tanggal 13 april 2012 13.52)
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistem
http://awankumulunimbus.blogspot.com/ (di
akses tanggal13 april 2012 14.22)
Casinos Near Casinos in Marrakech, MD - Mapyro
BalasHapusFind 밀양 출장마사지 Casinos Near Casinos in Marrakech, MD, 안양 출장마사지 United States - Find your way around 춘천 출장샵 the casino, find 충주 출장안마 where everything 안산 출장안마 is located with Mapyro.